Loggo Tutorial Blog dan Seo
Amole, Nimao, Koyao, Wao, Yepyum, Kaonak, Kaipase, Amakanie, Selamat Datang dan Terima Kasih atas Kunjungan Anda Di Blogspot IPMAMI SESAL

Selasa, 20 Mei 2014

MAHASISWA TIMIKA SEMARANG DAN SALATIGA DIMINTA TERAPKAN HUKUM POSITIF ATASI KONFLIK DI MIMIKA



Benyamin Magal sebagai Ketua IPMAMI SESAL Mewakili Mahasiswa Timika Semarang dan Salatiga sampaikan kepada, kedua kelompok bersama pihak kepolisian, TNI, Pemerintah Daerah dan dua lembaga adat, yakni Lembaga Masyarakat Suku Kamoro (LEMASKO) dan Lembaga Masyarakat Suku Amungme (LEMASA), serta para tokoh adat dan tokoh agama untuk duduk bersama membuat persetujuan yang baik, sehingga tak boleh muncul konflik lagi,” Semarang, 16/05/2014
 
Kaca mata Mahasiswa Timika Semarang dan Salatiga pihak kepolisian tidak tegas untuk menangkap para kepala perang serta pelaku-pelaku yang ada di dalamnya. “Di Mimika terus terjadi perang suku, karena tak ada pembelajaran hukum,” 
 
Menambahkan oleh Ketua, Pemerintah daerah perlu berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk memberikan sanksi hukum yang tegas kepada para kepala perang. Sebab jika hal ini dibiarkan saja, maka bisa dikatakan penegakan hukum di Mimika sangat lemah.

Tambakan oleh ketua bahwa, Perang suku yang terjadi di Mimika adalah Oknum-oknum tertentu yang memainkan di belakang masyarakat jadi, mohon terungkap pelaku siapa yang di belakang layar masyarakat dan dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku di NKRI dan Hukum Masyarakat ada setempat.

Teminus Mirip , sebagai Salah satu anggota IPMAMI Semarang dan Salatiga mengaku bahwa “Perang suku atau perang keluarga ini terus terjadi karena tak ada pembelajaran hukum yang baik. Buat pernyataan setelah itu perang lagi. Sebenarnya pihak kepolisian ini harus tegas, pelaku-pelaku, kepala-kepala perang ditangkap, proses dan kasih masuk penjara. Sehingga, pembelajaran hukum seperti ini barulah orang akan sadar tetapi selama ini dibiarkan saja maka kondisi akan terus seperti ini,”.

Lanjut Teminus perang suku terjadi sekarang ini karenakan Pemerintah belum melakukan batasan hak wilayah tanah adat atau belum memeliki notaris sebagai pemilik tanah sehingga terjadinya perebutan tanah atau konflik perang suku . Selain juga pemerintah belum melihat apa dampak dari pada perusahan yang masuk di wilayah Timika, untuk kedepan apabila mau masuk perusahan di wilayah Timika Pemerintah dan pemilik Tanah perlu memikirkan dampaknya terhadap Masyarakat dan lingkungan sekitarnya .

Daud Duwitau sebagai senioritas juga menilai, pemerintah daerah Kabupaten Mimika belum bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk bagaimana mencari solusi dari persoalan ini. Sehingga pihak pemerintah, TNI dan Polri harus tegas mendorong penegakan hukum positif dalam persoalan ini.

“Di Mimika ini terlalu banyak pasukan baik TNI, Polri tetapi seakan-akan tindakan kriminal ini dibiarkan saja. Jangan hanya mengharapkan Kapolres dan anggotanya yang atur. Mereka manusia biasa ada batas kemampuannya. Lebih baik tingkat atas ini baik TNI/Polri maupun pemerintah daerah koordinasi dan cari solusi, tidak bisa hanya mengharapkan aparat keamana saja,” jelas Daud.

Menambakan Daud bahwa, Semua masalah yang terjadi di Timika hanya karena lemah pemerinah membuat peraturan daerah karena maju mundurnya suatu daerah ada pada bagaimana merancang PERDA sesuai dengan lingkungan dan perlu mensosialisasikan kepada masyaraka. Untuk itu dalam pengusunan peraturan daerah perlu di libatkan berbagai pihak mulai dari Toko-toko masyaraka, Agama, Pemuda, Lembaga kemasyarakatan, Perempuan dan Masyarakat.

Mahasiswa menilai masalah apapun terjadi daerah Papua khusunya Timika hanya karena ingin menguasai kapitalisme dan jadikan Proyek Usaha oleh oknum-oknum tertentu (Pengusaha dan TNI/POLRI) jadi pelaku di adili sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara ini. Pengusaha_pengusaha masuk Perusahan ataupun usaha-usaha itupun juga tidak melalui prosedur karena di wilayah Timika Papua mempunyai hak dan ulat tanah adat, setidaknya pemerintah membangun komunikasi melalui toko adat dan pemilik tanah lalu persetujuan dari pemerinah. 
 
Beberapa Mahasiswa Timika Semarang dan Salatiga yang ditemui, mengaku sangat trauma dengan melihat berbagai kejadian pembunuhan terhadap masyarakat sendiri didaerahnya,,” kata Felesitas Mandopmo, salah satu Mahasiswa Semarang sebagai suara perempuan.

Dia berharap agar Pemerintah Daerah, TNI/POLRI, Gubernur, KAPOLDA, KOMNAS HAM, Tokoh Adat, Tokoh-tokoh Agama, LEMASKO, LEMASA dan Lembaga lainnya bisa mengambil langkah-langkah keamanan bisa menjembatani semua persoalan ini, sehingga jelas solusinya dan warga tetap tenang beraktivitas.

Sita berharap, bagi mereka yang bertikai untuk bisa berdamai, sebagai ajaran Tuhan. Sehingga hal kasih yang dikedepankan, daripada terus melakukan peperangan dan pembunuhan, akan sangat tidak berkenan di hadapan Tuhan,” kata Sita. (Ayo)



0 komentar:

Posting Komentar